Perbaikan gizi merupakan inti dari Agenda 2030 untuk pembangunan berkelanjutan. Survei dari Global Health Observatory pada tahun 2021 menunjukan setidaknya 150 miliar balita di seluruh dunia mengalami stunting. Indonesia menjadi negara dengan kasus stunting yang terbilang cukup tinggi jika dibandingkan dengan negara lain di kawasan Asia Tenggara. Data Riskesdas 2007, 2013, 2018 dan 2022 menunjukan prevalensi stunting di Indonesia mencapai angka 36.8%, 37.2%, 30.8%, dan 21.6%. Walaupun mengalami penurunan setiap tahunnya, namun angka tersebut masih berada diatas ambang batas prevalensi stunting menurut WHO, yaitu sebesar 20%. Dengan kata lain, 1 dari 3 bayi yang lahir di Indonesia mengalami stunting. Data tersebut juga menunjukkan gambaran prevalensi stunting dari 34 provinsi dan 541 kota/Kab di Indonesia dengan angka rata-rata berada antara 17.6% – 42.3%. Sumatera Barat menempati posisi nomor 5 di atas rata-rata Indonesia untuk kasus stunting dan underweight, dengan persentase masing-masing sebesar 25,2 persen dan 19,4 persen. Diantaranya adalah Kabupaten Agam dan Kabupaten Lima Puluh Kota sebesar 24,6%.
Stunting merupakan permasalahan gizi yang disebabkan oleh penerapan pola makan yang buruk pada anak balita. Hal tersebut dapat terjadi karena keterbatasan akses hingga kurangnya kesadaran masyarakat akan makanan bergizi. Selama ini pemerintah telah mencanangkan berbagai kebijakan dan program untuk mengatasi permasalahan stunting di Indonesia. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Sumatera Barat menjadi salah satu instansi pemerintah yang menjadi leading sector dalam upaya penanggulangan stunting. Salah satu program yang rutin dilaksanakan oleh BKKBN Sumatera Barat adalah pemberian pelatihan produksi makanan bergizi untuk mengatasi stunting. Namun pada realisasinya, mengubah pola pikir dan kebiasaan masyarakat untuk mengkonsumsi makanan bergizi bukan perkara mudah, sehingga program tersebut masih belum dapat berjalan secara mandiri. Selain itu keterbatasan bahan baku dan keterampilan untuk memproduksi aneka makanan bergizi juga dapat menyebabkan permasalahan dalam keberkelanjutan program di tengah masyarakat.
Metode Intervensi dan Penyuluhan Gizi Terbukti Mampu Meningkatkan Pengetahuan, Sikap, Dan Perilaku Ibu Balita. Disamping itu, pemberian makanan tambahan berupa pangan fungsional terhadap Balita stunting juga terbukti dapat menurunkan prevalensi Stunting di Sumatera Barat. Beberapa produk rekacipta yang telah dihasilkan oleh tim peneliti dalam upaya menanggulangi stunting antara lain Nugget Daging Itik Rendah Kolesterol Dan Kaya Zat Bioaktif (S00202009831) dan Inovasi Produk Cookies jagung dengan penambahan tepung ikan Nila dan Bayam (EC002023809202023).
Kesatria Besti (Keluarga Sehat Masyarakat Berdaya Bebas Stunting) merupakan Program Intervensi Pencegahan dan Penanggulangan Stunting Di Sumatera Barat melalui peningkatan literasi digital, pemberdayaan lahan marginal, dan diversifikasi produk. Tujuan utama dari pelaksanaan ketiga program tersebut adalah untuk mencegah dan menanggulangi permasalahan stunting di Sumatera Barat melalui pembentukan keluarga sehat dan pemberdayaan masyarakat yang berkesinambungan dan berkelanjutan.
Pemanfaatan rekacipta dalam program penguatan literasi digital, pemberdayaan lahan dan diversifikasi produk secara berkesinambungan di tengah masyarakat menjadi sebuah inovasi intervensi pencegahan dan penanggulangan stunting yang berorientasi pada terwujudnya ketahanan pangan dan edukasi gizi secara digital (beserta komunikasi dan pelaporan berbaisi digital antara TPK, BKKN dan Perguruan Tinggi) yang memudahkan TPK dan BKKBN untuk menyebar luaskan program Kesatria Besti kepada masyarakat di luar lokus yang telah ditetapkan. Implementasi dari ketiga program tersebut diharapkan dapat mewujudkan kemandirian masyarakat dalam memproduksi dan mengolah makanan bergizi, sehingga terbentuk kebiasaan atau pola makan sehat yang pada akhirnya mendorong terciptanya ketahanan pangan sebagai upaya pencegahan dan menanggulagi permasalahan stunting.